Sabtu, 25 Oktober 2008

Pulut manis dan air tebu......



Kedua jenis makanan dan minuman ini merupakan ciri khas di daerah pegunungan, dipinggir jalan raya menuju ke banda aceh. Tepat di daerah ...hhmmnn...apa ya kok aku lupa....hihihihihi, kalo nggak salah sekitar satu jam menuju sigli.
Setiap kali pulang ke aceh kami harus menyempatkan diri untuk singgah disini, bukan cuma karena makanan dan minumannya itu, tapi tempatnya memang tepat untuk rehat sejenak melepas penat selama perjalanan. Tempatnya merupakan pondok2 besar yang terbuka, benar benar santai.

Hal yang paling menarik dari pondok2 ini adalah cara mengambil air tebu dari batangnya. Meskipun jaman sudah modern dan alat pemeras tebu banyak dijual, tapi mereka masih tetap mempertahankan cara tradisional, yaitu dengan mempergunakan alat jepit batang tebu yang digerakkan oleh kaki. Penjepit tebu tersebut dihubungkan dengan tali yang diikatkan kesejenis papan yang diletakkan di kaki. injakkan kaki inilah yg menggerakkan alat jepit naik turun menjepit batang tebu. air tebu yg keluar mengalir kebawah dan ditampung dalam ember kecil.


Setelah air tebu terperas, lalu batang tebu tersebut diputar untuk mengambil sisa sisa air tebu. Jadi air tebu yang disajikan benar2 murni tanpa sentuhan pemanis dan es batu. Es batu baru diberikan menjelang kita minum. HHmmn.....benar benar segar....dan nikmat disertai dengan pulut manis bakar.

Yang unik dari Siantar


Beberapa bulan yang lalu suamiku mendapat tugas baru di Siantar, salah satu kabupaten di Sumatera Utara. Tadinya aku merasa agak kecewa, bayangkan kalau aku harus pindah ke kota yang lebih kecil yang tidak pernah kukenal sebelumnya.
Ternyata jaraknya tidak sejauh perkiraanku, hanya kurang lebih 2,5 - 3 jam dari medan.Dan kami memutuskan untuk tidak ikut pundah kesana. Jadi tiap jumat sore, suamiku pulang ke Medan.

Setiap satu minggu dalam sebulan aku ikut ke sana, dan ternyata....aku sangat menyukai perjalanannya. Satu jam menjelang kota siantar, pemandangannya indah, karena mulai mendaki, bunga bunga tumbuh sepanjang jalan. O ya, Siantar letaknya di atas gunung, dan Danau Toba berjarak kurang lebih 40 menit dari kota siantar. Udaranya segar sekali, dingin, mengingatkanku akan bandung. Kotanya pun naik turun, bersih......aku bilang ini bandungnya Sumut.....hehehehe boleh juga ya.

Kali pertama aku disana, aku dikejutkan oleh suara becaknya, awalnya aku pikir itu suara rombongan motor besar yg lewat depan rumahku, aku keluar untuk melihatnya dan ternyata cuma suara satu becak yg berhenti tepat didepanku. Aku benar benar terkejut, karena suaranya itu memang suara motor besar, yang menjadi motornya becak...hebat ya....becak pake motor besar, BSA kata suamiku. Aku sih nggak ngerti ngerti soal motor besar.......
Bentuknya pun aneh, aku ragu apa kita bisa duduk nyaman didalamnya......penampilannya benar benar antik. Sesuai dengan motornya. Disana becak disebut Betor, artinya becak bermotor. Aku jadi terobsesi untuk keliling kota dengan betor tsb, dan akhirnya kesampaian juga....hehehehehe. Aawalnya aku takut, karena posisi duduknya seperti di kursi santai aja, agak rebahan, wah...bisa bisa kebalik pikirku, tapi lama lama nyaman juga.


















Betor ini jumlahnya sudah tidak banyak lagi, karena memang peninggalan dulu dan tidak ada lagi becak baru dari motor besar. Jumlahnya makin berkurang cepat, karena akhir akhir ini banyak diburu untuk dibeli oleh orang orang dari jawa. Yang dicari sih bukan rumah becaknya yg sebenarnya juga antik, tapi motornya saja.

Selasa, 07 Oktober 2008

"Perahoe" restorannya Cut Ayahku.....




pemandangan waktu pulang


Mudik lebaran kali ini benar benar sangat indah, selain bisa berkumpul dengan seluruh keluarga besarku, juga bisa berlibur ke restoran Cut Ayah*, hhmmn....restoran?berlibur? sepertinya nggak ada hubungannya ya.
Yang menjadikan restoran itu tempat berlibur adalah lokasinya yang terletak di Lhoong, di kaki gunung dengan view laut lepas, indah sekali, sangat indah, aku benar2 terkesan.
Untuk bisa sampai disana, kami harus menghabiskan waktu kurang dari 2 jam, berhubung sebagian jalan lagi dalam pembangunan, normalnya sih sekitar sejam aja. Dan asiknya lagi, jalan yang dilalui adalah jalan di sepanjang tepi pantai dengan sisi yang lain gunung, dan semua daerah disekitarnya adalah daerah jajahan tsunami tiga tahun yang lalu.

Sebelum tsunami, pantai disini adalah pantai terindah yang aku tau, sepanjang bibir pantai ditumbuhi pohon2 cemara, pasir pantainya putih bersih, dan gunung gunung disekitarnya menjadi pelengkap indahnya pantai ini.

pantai tanpa cemara


Tetapi ternyata walaupun sudah diluluh lantakkan oleh tsunami, pantai pantainya masih menyisakan keindahannya, walau tanpa ada lagi barisan cemara atau kaki kaki gunung yang sebagian sudah botak ditarik tsunami.
Perbedaannya, sebagian jalannya telah dibangun baru di tempat yg baru, karena jalan lama telah menjadi bagian dari laut. Jalan yang dibangun pun sangat bagus, semua itu dari beberapa negara yang sedang memberikan bantuannya di aceh.

Dari kota, kami harus melewati tiga pantai, mulai dari pantai lhok nga, kemudian lhok seudu yang dipisahkan oleh gunung kecil, lalu pantai lhoong di kaki gunung geurute.

restoran perahoe itu tepat dibalik gunung in disisi kirinya.

Di kaki gunung geurute inilah restoran cut ayah itu, posisinya persis di kaki gunung, dan di depannya terbentang laut lepas.Ditengah hari, pantai itu terlihat seperti hamparan kristal yang berkilau, karena sinar matahari diatas air yang bergoyang. Pantai ini tidak terlalu panjang, diapit oleh gunung geurute dan gunung kecil yang tengahnya telah dibelah menjadi jalan.

Area untuk restorannya sendiri kurang lebih 2 hektar, ada bagian yang ditanami dengan sayur sayuran organik dan kebun semangka, ada telaga kecil di belakangnya, dan kolam buat ikan.



Beberapa meter dari restoran dibuat jalan setapak menuju pondok tak berdinding buat shalat.
Restorannya sendiri merupakan pondok besar dengan dinding sekitar 80 cm, sehingga saat makan kita bisa menikamati laut atau gunung dibelakangnya.


menu ayam rempah daun


set meja kursi disain sendiri

Yang membuatku lebih terkesan lagi adalah meja2 dan kursi2 disana, dibuat sendiri dengan gaya rustic, dan finishing yang alami tanpa polesan cat. dan lantai disalah satu sisi diatur keramik dengan tema laut, ada gbr ikan, cumi cumi dan rumput laut.
Sekarang disampingnya sedang dibuat pondok kecil buat ngopi, orang aceh paling senang ngopi.

Secara keseluruhan, restorannya belom sepenuhnya selesai, karena baru dibangun kurang dari dua bulan, konsepnya akan ada pondok pondok kecil untuk pelatihan penduduk disekitarnya yang nantinya pondok2 itu juga bisa disewakan untuk weekend.
Beberapa meter ke atas gunung telah dibuat jalan setapak untuk evakuasi, berjaga jaga, maklum tsunami telah memberikan pelajarannya.




wah kaburr.........ini dia cut ayahnya

Cut Ayah* adalah satu satunya adik laki laki dari ibuku, orangnya penuh dengan ide ide kreatif, itu yang membuatku senang ngobrol dengannya, jago bicara, jadi aja bisa bohong bohong juga......hahahahahaha, maaf ya cut ayah........ Sekarang aku baru tau kalo dia jago masak juga .

cerita ceritaku

Saya.......

Mama dari Ifa, Ehal & Aqeel